17 research outputs found

    Empat Puluh Satu Juta Penduduk Indonesia Mengalami Defisit Energi

    Full text link
    Background: Food consumption deficit in energy causes negatif impact to the quality of human resources from fetus, growth and to adult. The last estimation of population of energy deficit was conducted in 1989 by Suryana et. al. Economic crisis may increase the number of people with energy deficit. Objectives: To estimate the number of people deficit in energy based on Susenas 2003 data. Methods: The number of people with deficit energy has been estimated using the publication of Central Bureau of Statistics (CBS) on the consumption of energy by expenditure classes from SUSENAS 2003. Deficit energy is defined as 70% of average RDA of Indonesian population. The distribution of energy consumption in each expenditure class is assumed normal. The area below 1540 kilo calorie is the proportion of people deficit energy in each expenditure class. The standar deviation was estimated based on the previous consumption surveys. Results: It is estimated, at least 41 million Indonesian suffer from deficit energy. Among them 25,7 million or 6,1 million households were deficit energy due to economic reasons. They are the target of rice for the poor in addition of income generating program. [Penel Gizi Makan 2005,28(1): 23-30

    Faktor Risiko Kurang Energi Kronis Pada Ibu Hamil Di Jawa Barat (Analisis Lanjutan)

    Full text link
    Background: Cronict Energy Deficit (CED) in pregnancy reduce the quality of human resources. It is a high risk of low birth weight babies and a high risk of maternal mortality and sickness. Therefore,it is a priority to solve the problem. In 2002 the Province of West Java conducted mapping of CED in pregnant women. Objective: This article is an advance analysis of the risk factor of the CED past the analysis of the report to the local government of West Java. Method: The design is a rapid survey that is planned to represent each districts in the Province of West Java. Within each district is drawn systematically 30 clusters. Using maximum varience of variance of 50% the sample of each district is 420 pregnant women. The main data are hemoglobin concentration,Upper arm circumference, socioeconomic of the household sample, and history of health and pregnancy. Results: It found that the education level of the pregnant women is vary from never had schools to the university, and mostly 42,3% are graduated from middle school. Average expenditure for food over total expenditure is 71,8%. The prevalence of CED is 30,6% in the Province of West Java, the lowest is 19,3% in the city of Bandung and the highest is 50,7% in the district of Purwakarta. The risk factors of CED are as follows: Ever has sick, percent food expenditure, anemic and wasting before pregnancy are high risk of CED. Using contaceptics devices before pregnancy, graduated from high school, and ever had miscarriage are protective for CED. The most high risk is wasting before pregnancy with the risk of 2.562 and the most protective is using contraceptive device with risk of 0,565 times. Conclusion: Based on the above analysis of the effort to overcome the CED in pregnancy should be a preventive before pregnant or even before marriage. [Penel Gizi Makan 2005,28(2): 66-73

    Pengaruh Pendapatan Dan Besar Rumahtangga Terhadap Prevalensi Rumahtangga Defisit Energi Di Indonesia (Menurut Data Susenas 1984)

    Full text link
    PENGARUH PENDAPATAN DAN BESAR RUMAHTANGGA TERHADAP PREVALENSI RUMAHTANGGA DEFISIT ENERGI DI INDONESIA (MENURUT DATA SUSENAS 1984

    Persepsi Masyarakat Tentang Diare Dan Pencarian Pengobatannya Di Dua Desa Di Kabupaten Boyolali

    Full text link
    Diare masih merupakan penyebab penting kematian bayi dan Balita di Indonesia. Telah dipelajari persepsi masyarakat tentang diare serta cara penanggulangannya di desa Manyaran dan Sempulur Boyolali sebagai bahan untuk penanggulangan diare oleh masyarakat. Diare tidak dianggap sebagai penyakit yang terlalu serius. Menurut masyarakat, penyebab diare ada yang langsung terhadap anak yaitu masuk angin, terlalu lama mandi, makan makanan rasa asam (kecut), dan tidak langsung bila ibu menyusui masuk angin atau makan makanan yang pedas-pedas, air susu menjadi jelek dan anak menderita mencret. Tidak ada kepercayaan bahwa diare disebabkan oleh roh halus. Persepsi masyarakat/ibu-ibu tentang diare dan penyebabnya menghasilkan perilaku pengobatan diare pada anak sebagai berikut: Mula-mula ditangani sendiri dengan ramuan tradisional, bila tidak sembuh diobati dengan pil "Ciba" yang dijual bebas di warung-warung yang tersebar di desa, bila tetap belum sembuh baru di bawa ke petugas kesehatan

    Kualitas Garam, Perilaku Pembelian Garam, Serta Kadar Yodium dalam Urin Ibu Hamil di Jawa Barat

    Full text link
    Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa yodisasi garam secara universal terbukti menurunkan prevalensi gondok. Indonesia bertekad menurunkan prevalensi gondok dan bebas kretin baru pada tahun 2000. Dalam jangka panjang Indonesia bertekad melakukan yodisasi garam secara universal. Selama yodisasi garam secara universal belum tercapai perilaku ibu dalam membeli garam akan banyak menentukan konsumsi yodium rumahtangga. Selain itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian yodium hilang dalam pemasakan. Untuk itu diperlukan informasi status yodisasi garam, perilaku pemilihan garam serta hubungannya dengan kadar yodium yang diekskresi di urin ibu hamil. Karena itu telah dilakukan penelitian di 20% desa di setiap kecamatan di Propinsi Jawa Barat. Di setiap desa terpilih dilakukan wawancara terhadap 30 ibu hamil dan menyusui yang dipilih secara acak. Sub sampel ibu hamil dipilih secara acak sekitar 4 orang per desa terpilih untuk pengukuran eksekusi yodium di dalam urin. Di desa tersebut dilakukan uji kadar yodium dalam 4-5 macam sampel garam yang dijual di beberapa warung. Dari 4153 sampel garam yang diperiksa 27.1% mempunyai kadar yodium >30 ppm, 70% mengandung yodium <30 ppm dan 2.9% tidak mengandung yodium. Dari 45928 ibu hamil sampel pada saat membeli garam, 57% memilih garam beryodium, 8.7% sengaja memilih garam tidak beryodium dan 34.3% tidak peduli. Sebesar 89.6% ibu hamil membeli garam di warung-warung desa. Median ekskresi yodium di dalam urin 70 ug/L yang menunjukkan status kekurangan yodium. Tidak ditemukan hubungan yang kuat antara proporsi garam yodium >30 ppm, proporsi ibu-ibu yang sengaja membeli garam beryodium dengan proporsi ibu hamil dengan ekskresi yodium dalam urin >100 ug/L yang menunjukkan status kekurangan yodium. Tidak ditemukan hubungan yang kuat antara proporsi garam yodium >30 ppm, proporsi ibu-ibu yang sengaja membeli garam beryodium dengan proporsi ibu hamil dengan ekskresi yodium dalam urin >100 ug/L ataupun proporsi ibu hamil dengan ekskresi yodium <50 ug/L

    Konsumsi Energi Dan Protein Rumah Tangga Di Indonesia Menurut Susenas 1993

    Full text link
    Telah dilakukan studi untuk mempelajari konsumsi energi dan protein rumahtangga di Indonesia. Data yang digunakan adalah data belanja makanan (termasuk produksi sendiri, membeli, atau diberi) dari SUSENAS 1993 yang dikumpulkan Biro Pusat Statistik. Penghitungan konsumsi dilakukan dengan mengkonversi bahan makanan yang namanya jelas tertulis dan dapat diketahui beratnya kedalam energi protein dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan yang dikeluarkan oleh Direktorat Gizi, tahun 1972. Bahan makanan lain (yang namanya tidak tercantum) pada masing-masing kelompok bahan makanan dihitung nilai gizinya berdasarkan perbandingan harganya terhadap total bahan makanan kelompoknya dikalikan dengan nilai energi dan protein total bahan makanan yang diketahui beratnya pada kelompok yang bersangkutan. Untuk makanan jadi nilai energi dan protein dihitung berdasarkan perbandingan harganya terhadap total harga bahan makanan yang dimasak rumahtangga yang bersangkutan dikurangi faktor koreksi 0.4. Konsumsi energi dan protein disajikan dalam bentuk perkapita dan per-Unit Konsumsi Kalori dan Unit Konsumsi Protein (per laki-laki dewasa). Hasil menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi perkapita pada tingkat nasional mendekati kebutuhan yang dianjurkan. Tetapi dalam per Unit Konsumsi Kalori sudah melampaui kebutuhan 2380 kilo kalori. Namun masih ada 4 provinsi dengan rata-rata konsumsi energi masih di bawah 2380 kilo kalori. Rata-rata di tingkat provinsi konsumsi energi rumahtangga di pedesaan lebih tinggi dari perkotaan. Pada tingkat nasional rata-rata konsumsi protein sudah mencapai kebutuhan. Berbeda dengan konsumsi energi rata-rata konsumsi protein rumahtangga di perkotaan relatif lebih tinggi dari rumahtangga pedesaan. Namun hasil ini perlu diinterpretasikan secara hati-hati

    Ujicoba Suplementasi Besi Asam Folat dan Vitamin B12 untuk Menanggulangi Anemia

    Full text link
    An experiment was done to cope with anemia in subdistrict Cugenang, District Cianjur, West Java. By supplementation iron pills, folic acid and vitamin B12, the experiment was carried out among women of productive age. The three supplements were given to 135 women once a week over a duration of four months. The women were divided into four groups. Group I (control) was given placebo, group II was given iron pills. Folic acid and vitamin B12 (as the programme of heath centre), while group IV was given iron pills and vitamin B12. Observation on haemoglobin (Hb) from blood samples was done once a month during the four months. The results showed that the 135 women had relatively equal initial Hb contents. Group I had 9,32 gr/l, group II had 9,08 gr/l, group III had 9,09 gr/l and group IV had 9,00 gr/l. At the end of the fourth month, the Hb contents increased, except that of group I. Group II showed an increased to 11,92 gr/l, group III to 12.09 gr/l and group IV to 11.87 gr/l. A statistical examination explained that group II -IV were significantly different from group I, but there was not any significant difference among the three groups. It was obvious that the highest increase in Hb content belongs to group III, being 3,00 gr/l, leading to the largest decrease in the percentage of anemic condition, being 69,6%. The smallest decrease 61,2%, belong to group II, while 67,8% was the decrease of group IV. Group I did not show any decrease in the percentage of anemic condition. The increase in Hb contents was evidence that three supplement could improve the condition of the women. Iron pills, folic acid and vitamin B12 combined together proved to be the best intervention. However, in case of insufficiency or impossibility, iron pills and folic acid (as the programme of heath centre) were considered to be good supplements to improve the Hb contents

    Prevalensi Rumah Tangga Yang Defisit Kalori Atau Protein Di Indonesia

    Full text link
    Data konsumsi makanan 49.513 rumah tangga sampel SUSENAS 1984 yang belum disesuaikan (unajusted) telah dianalisis dengan tujuan untuk memperkirakan prevalensi rumah tangga yang mengalami defisit kalori atau protein. Berbeda dengan cara yang dilakukan peneliti lain, pada penelitian ini pendekatan dilakukan dengan membandingkan langsung konsumsi dan kebutuhaan energi masing-masing rumah tangga. Cara ini jugaa diterapkan dalam memperkirakan defisit protein. Batas konsumsi yang digolongkan "defisit" adalah 70% kebutuhan keluarga. Didapatkan rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga masing-masing 1905 kalori dan 41.0 gram per hari, sementara kebutuhan rata-rata 1963 kalori dan 42.0 gram protein. Diperkirakan 21.4% rumah tangga mengalami defisit kalori dan 16.8% mengalami defisit protein. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat rumah tangga yang mengalami defisit kalori dan defisit protein (DKDP) 13.31%, di perdesaan 11.91%, di perkotaan 16.39%. Untuk rumah tangga yang mengalami defisit kalori cukup protein (DKCP) angka-angka itu, masing-masing berturut-turut, 8.04%, 6.61% dan 11.2%, yang mengalami cukup kalori defisit protein (CKDP) 3.64%, 3.91% dan 2.46%, sementaraa yang cukup kalori cukup protein (CKCP) 75.19%, 77.56% dan 69.85%
    corecore